Sumber gambar: Stunting.go.id |
Mimbar.News__ Keberhasilan program kesehatan ibu diukur dengan menggunakan indikator utama, yaitu Angka Kematian Ibu (AKI). Selama periode 1991-2020, Indonesia telah mencatat penurunan signifikan dalam AKI, dari 390 menjadi 189 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini sudah mendekati target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2024 yang ditetapkan sebesar 183 per 100.000 kelahiran hidup. Meskipun terdapat tren penurunan, masih diperlukan usaha intensif untuk mempercepat penurunan AKI agar mencapai target Sustainable Development Goals (SGDs), yaitu sebesar 70 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030.(Profil kesehatan Indonesia Tahun 2022)
Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tanggal 26 April 2024. sebagian besar dari kematian ibu hampir 95% terjadi di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah. Kematian ibu terjadi hampir setiap dua menit. Hal menunjukkan skala tragis dari krisis kesehatan ibu dan anak. Komplikasi utama yang menyebabkan hampir 75% dari seluruh kematian ibu adalah pendarahan hebat yang kebanyakan terjadi setelah melahirkan, infeksi yang juga umum terjadi setelah proses persalinan, tekanan darah tinggi selama kehamilan seperti preeklampsia dan eklamsia, komplikasi selama persalinan, serta akibat dari aborsi yang tidak aman. Data ini menegaskan pentingnya intervensi dan pencegahan yang tepat untuk mengurangi angka kematian ibu, mengapa demikian, karena betapa banyak dari kematian tersebut yang dapat dihindari dengan perawatan kesehatan yang lebih baik dan lebih mudah diakses.
Pendarahan dan infeksi menjadi salah satu faktor utama penyebab kematian ibu. Anemia berat pada wanita hamil sering kali menyebabkan risiko tinggi terjadinya pendarahan dan infeksi yang bisa berakibat kematian. Menurut WHO, anemia mempengaruhi 40% wanita hamil secara global, dengan prevalensi tertinggi di wilayah Asia Tenggara mencapai 49%. Penyebab utama anemia di antara ibu hamil ini adalah kekurangan zat besi, yang menyumbang sekitar 63% dari semua kasus anemia. Pengelolaan anemia telah menjadi fokus global, dengan WHO dan World Health Assembly (WHA) ke-65 yang telah mengesahkan rencana aksi dan target global untuk mengurangi prevalensi anemia sebesar 50% pada wanita usia subur.
Anemia merupakan permasalah kesehatan reproduksi selama kehamilan telah ditemukan berhubungan dengan peningkatan risiko kematian ibu, kematian perinatal, dan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Kebanyakan wanita hamil tidak memiliki simpanan zat besi yang cukup, sehingga sangat penting bagi mereka untuk mengonsumsi suplemen zat besi setiap hari.
Di Indonesia, kebijakan pemberian Suplemen Zat Besi dan Asam Folat yang lebih dikenal dengan Tablet Tambah Darah (TTD) telah diterapkan selama hampir 50 tahun sebagai bagian dari pelayanan antenatal terpadu. Meskipun ada kebijakan pemberian suplemen zat besi dan asam folat sebagai bagian dari perawatan antenatal dalam mencegah anemia pada masa kehamilan tingkat kepatuhan konsumsi suplemen ini sangat rendah. Data Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa hanya sekitar 51% ibu hamil di Indonesia yang menerima jumlah Tablet Tambah Darah (TTD) yang direkomendasikan, dan hanya 37,7% yang mengonsumsi suplemen sesuai dengan anjuran. Kepatuhan yang rendah ini menunjukkan adanya hambatan signifikan, termasuk kurangnya kesadaran, akses terbatas ke layanan kesehatan, dan persepsi negatif terhadap efek samping dari suplemen.
WHO merekomendasikan konseling merupakan paket layanan rutin ANC. Konseling dalam konteks pelayanan antenatal seharusnya mendapatkan perhatian khusus mengingat Setiap ibu hamil memiliki latar belakang, kebutuhan, dan kekhawatiran yang berbeda-beda, yang memerlukan pendekatan yang personal dengan menyediakan ruang khusus untuk konseling sehingga dapat menciptakan lingkungan yang lebih kondusif. Permasalahan yang terjadi sekarang ini bahwa konseling diabaikan oleh pemangku kepentingan, rendahnya pengetahuan dan ketrampilan professional kesehatan, kurangnya waktu atau tidak ada waktu.
Pendekatan personalisasi dalam perawatan antenatal bisa menjadi kunci untuk meningkatkan kepatuhan komsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) dan mengurangi AKI. Dengan memahami kebutuhan, latar belakang, dan kekhawatiran individu setiap ibu hamil, penyedia layanan kesehatan dapat lebih efektif dalam merancang intervensi yang sesuai. Pendekatan ini meliputi konseling yang lebih terfokus dan intervensi perilaku yang disesuaikan, yang tidak hanya meningkatkan pengetahuan dan kesadaran tetapi juga mendukung ibu dalam mengatasi hambatan khusus yang mereka hadapi dalam mengikuti rekomendasi medis.
Mengimplementasikan Reduksi Angka Kematian Ibu dengan Pendekatan Personalisasi Konsumsi Suplemen Zat Besi dan Asam Folat diperlukan rekomendasi kebijakan sebagai berikut:
Protokol Konseling Antenatal Personalisasi dengan Mengintegrasikan pendekatan personalisasi dalam sesi konseling antenatal
Penggunaan Suplemen Personalisasi adalah Suplemen yang disesuaikan dengan kebutuhan gizi individu
Mengimplementasikan sistem monitoring kepatuhan konsumsi Suplemen Zat Besi dan Asam Folat yang efektif, menggunakan teknologi untuk pelaporan dan pemantauan secara real-time, yang memungkinkan intervensi cepat apabila terdapat kegagalan kepatuhan.
Pelatihan standar bagi tenaga kesehatan mengenai pengelolaan dan penjelasan Suplemen Zat Besi dan Asam Folat , termasuk cara berkomunikasi efektif untuk mengatasi hambatan kepatuhan yang mungkin dialami oleh ibu hamil.
Reword berupa kebijakan penghargaan bagi pelaku kepatuhan sebagai duta kepatuhan .
Keberhasilan kebijakan pemerintah yang telah ada dengan relevansi beberapa rekomendasi kebijakan ini tidak hanya akan menyelamatkan nyawa ibu tetapi juga akan memberikan awal yang lebih sehat dan lebih aman bagi generasi mendatang.
Penulis; RABIA ZAKARIA, Mahasiswa Program Studi Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin