Mimbar.News, Papua - Dalam rangka memperingati Hari Lahir Nahdhatul Ulama yang ke-95, Pengurus Cabang Nahdhatul Ulama Kabupaten Kaimana, Papua Barat menggelar kegiatan Istighosa untuk Keselamatan Bangsa dan Negara di Masjid Jami' Baiturrahim, Kampung Seram. Ahad (07/02/2021).
Dalam rangka suksesnya Kegiatan Harlah ini, Ketua PCNU Kaimana, Kyai Sahri, mengajak partisipasi seluruh Banom NU untuk ikut serta memeriahkan kegiatan, meskipun.
Dimasa Pandemi, Panitia Harlah dan Istighosa membatasi kehadiran peserta dan tentunya tetap mematuhi Protokol Kesehatan.
Mewakili sambutan Kyai Sahri, Sekretaris PCNU Kaimana menyampaikan bahwa, Warga Muslim Kaimana secara umum adalah penganut Aswaja. Bahkan masih kental dengan NU kultural. Olehnya penting untuk seluruh kader NU di Kaimana untuk senantiasa menjaga Khidmah NU, yaitu menyebarkan Aswaja dan meneguhkan komitment Kebangsaan.
"Secara keanggotaan kita boleh kalah kuantitas oleh PCNU dipulau jawa, namun saya yakin dengan semangat Kebangsaan dan darah para Ulama pendahulu yang masih mengalir didarah anak negeri, maka PCNU Kaimana jauh lebih berkualitas untuk menjaga Khidmah NU," tutur Safar M Furuada.
Safar juga menambahkan bahwa PCNU Kaimana akan terus mensosialisasikan paham aswaja sampai ke kampung kampung yang ada di kaimana, PCNU sudah membangun kerjasama dengan kampus NU yang ada dipulau jawa untuk memberikan beasiswa perkuliahan untuk anak anak Kaimana yang sekarang berada di bangku kelas 3 SMA.
Sekertaris Umum PC NU Kaimana, Safar Furuada memilih Masjid Jami' Baiturrahim sebagai tempat untuk memperingati Harlah NU, karena Masjid Agung Baiturrahim Kaimana merupakan salah satu dari sedikit sisa peninggalan Kerajaan Islam Sran Eman Muun yang pernah berjaya di Pulau Adi, Laut Arafuru.
Tokoh Agama Kaimana M. Natsir Aiturauw menjelaskan bahwa Masjid yang berdiri kokoh tak jauh dari pelabuhan besar Kaimana memiliki delapan pilar berpucuk warna emas mengelilingi satu kubah utama dengan balutana warna senada.
Menurut sejarahnya, Kerajaan Sran sangat identik dengan Islam sehingga dibangunlah masjid megah sebagai simbol eksistensi Islam pada masa itu. Pada saat awal perkembangan Islam di sana, Raja Sran menjadi Imam bagi rakyatnya.
Kemudian, saat perpindahan pusat kerajaan pada abad ke-19, raja mendatangkan warga keturunan Arab dari Maluku untuk menjadi Imam di Kaimana. Kebijakan ini diambil karena ketika itu belum ada satu pun warga yang siap menjadi Imam.
Meskipun kerajaan Islam pernah berkembang di Kaimana, agama Kristen yang dibawa Belanda pada abad ke-20 akhirnya tetap mendominasi. Hal inilah yang membuat masyarakat Kaimana terbiasa hidup dalam lingkungan bahkan keluarga dengan agama berbeda.
Perbedaan yang sudah tumbuh sekian lama di Kaimana itu kemudian melahirkan toleransi yang kuat antara penganut agama berbeda. Toleransi antaragama bahkan masih bertahan hingga kini di tanah Kaimana, Papua.(Rls/Rul)