Setelah saya dinyatakan positif terpapar Covid-19 berdasarkan hasil Swab Labkesda Soppeng, maka secara manusiawi kaget was-was, dan timbul rasa takut dengan sendirinya. Padahal sebelum di-Swab pada sore hari Sabtu, sempat paginya di-Rapid Anti Bodi dan hasilnya Non Reaktif.
Menurut informasi dari petugas Puskemas bahwa akan dijemput dari PCR untuk diisolasi di RS. Covid Soppeng. Tetapi mungkin karena banyaknya pasien dan terbatasnya tempat, maka sampai beberapa malam menunggu PCR tidak kunjung tiba juga.
Informasi berikutnya adalah seluruh yang pernah kontak dengan saya sepekan terakhir akan ditracking untuk di-Swab. Maka terbayanglah seluruh keluarga di rumah, yakni ibu yang sudah tua, isteri yang lemah fisik, dan kedua anak saya.
Kebetulan anak yang sulung tidak pernah kontak langsung karena tidak diperkenankan pulang dari pembina pondoknya di Pesantren.
Hari Senin datanglah Nakes dari Puskesmas dan Petugas dari Labkesda Soppeng.
Setelah di-Swab, kami senatiasa memohon dan berdoa kepada Allah Swt. agar hasilnya menggembirakan yakni hasilnya Negatif semuanya.
Meskipun demikian, yang saya ragukan adalah sang isteri, karena yang paling banyak kontak dan berinteraksi dengan saya.
Sewaktu demam, sebelum di-Swab, Sang Isteri selalu memeriksa suhu tubuh saya dengan menggunakan punggung tangannya. Bahkan kalau ragu maka menempelkan pipinya di dahi saya. Kalau menganggap tinggi suhu tubuh saya, maka diberikan lagi obat penurun panas.
Bahkan kalau saya tidak bisa tidur, Sang Isteri mengusap-usap, menggaruk kecil kepala saya sampai tertidur.
Senin malam, Sang Isteri mendapat telepon dari Petugad Labkesda bahwa akan dijemput Faried As'ad. Ternyata si Bungsuku yang Positif dan yang lainnya dinyatakan Negatif.
Malam itu juga Sang Isteri menyiapkan barangnya dan si Bungsu. Kalau barang saya sudah tiga malam siap sedia. Tidak mungkin saya dan Si Bungksu berdua ke RS Covid Soppeng tanpa ditemani Sang Isteri Ternyata sampai larut malam kami menunggu, ternyata PCR tidak datang juga.
Besoknya, hari Selasa sore, baru datang PCR datang menjemput. Si Bungsu menangis sambil lari terbirit-birit tidak mau naik di mobil PCR, karena trauma melihat petugas yang akan ke bulan (maaf memakai APD). Masih terbayang ingatannya waktu di-Swab oleh petugas dari Labkesda yang berpakaian APD.
Akhirnya diputuskan dengan memaksa diri untu menyetir mobil sendiri, baru Si Bungsu mau ikut. Dalam mobil, kami mencoba merayu dan membiasakan Si Bungsu dengan Petugas yang berpakaian APD. Saya merayunya dengan menhatakan, semuanya itu adalah teman bapak.
Mobil kami beriringan dengan mobil PCR menuju RS Latemmamala untuk di rontgen kemudian menuju ke RS. Covid Soppeng.
Ketika memasuki halaman RS. Covid Soppeng, saya dengan Si Bungsu memang tidak khawatir karena berlabel positif. Tapi Sang Isteri yang negatif dan fisik lemah memasuki tempat sarangnya Covid-19.
Saya menganalogikan Sang Isteri seperti anak kecil memasuki kandang macan atau harimau buas. Tidak berdaya dan hanya menunggu keajaiban untuk selamat.
Selama berada di RS. Covid 19 Soppeng, saya dan Si Bungsu sering keluar dari kamar untuk berjemur sambil olah raga ringan di halaman rumah sakit. Tetapi Sang Isteri tetap sabar dan tidak pernah keluar dari kamar.
Setelah sepekan berada di RS. Covid Soppeng, tibalah saatnya saya dan Si Bungsu di-Swab Pertama. Alhamdulillah hasilnya menggembirakan, saya dan Si Bungsu dinyatakan Negatif. Besoknya kembali di-Swab Kedua, termasuk Sang Isteri selaku pendamping.
Saya sangat optimis karena Swab Pertama hasilnya negatif, kecuali terhadap Sang Isteri agak was-was dan ragu. Ternyata keluar hasil Swab Kedua, saya dan Si Bungsu dinyatakan kembali Positif dan Sang Isteri, alhamdulillah hasilnya tetap negatif.
Kami shok dan hampir saja tergelincir kesabaran kami menerima kenyataan ini. Untungnya di depan kamar kami sudah diperbolehkan pulang, maka Sang Isteri memaksa pindah ke kamarnya. Saya masih melalui prosedure dsmoai menelpon petugas, tetapi sang Isteri bangkit membuka pintu kamar, yang kebetulan agak rusak. Sang Isteri memaksa mendorong satu tempat tidur untuk pindah ke kamar tadi yang hanya memiliki satu tempat tidur.
Setelah pindah, Sang Isteri sudah mulai senang dan pulih kembali kesabarannya karena sudah ada TVnya. Kamar kami yang pertama memang kebetulan tidak memiliki TV, mungkin rusak, padahal aliran kabelnya masih ada.
Selama pindah kamar, Si Bungsu tidak pernah lagi keluar kamar karena sudah ada TV. Frequensi menonton youtube juga sdh mulai berkurang.
Setelah dua pekan dirawat, kami bertiga kembali akan di-Swab. Sang Isteri meragukan saya karena perubahan CTnya hanya naik 1 angka dari Swab waktu di Ganra dari 26 ke 27.
Sang Isteri berkata kepada saya, kalau memang masih positif, maka tetap akan mendampingi sampai tuntas. Sungguh mengharukan luar biasa pengabdiannya.
Alhasil, ketika keluar pengumuman hasil Swab, kami bertiga alhandulillah dinyatakan semuanya Negatif. Saya dan Sang Isteri cepat malakukan sujud syukur atas rahmat, karunia dan inyah Allah yang diberikan kepada kami.
Inayah Allah Swt. betul berpihak kepada kami, terutama sang Isteri. Secara logika pasti terpapar, karena satu tempat tidur dengan Si Bungsu, dan secara kasat mata fisiknya tergolong lemah.
Terima kasih isteriku, atas segala pengorbanan dan pengabdiannya yang luar biasa menghadapi ujian Covid-19. Semoga Allah Swt. menjadikan isteri Sholehah yang telah melahirkan anak-anak insya Allah penyejuk hati.
Penulis : Muh As'ad (Alumni RS. Covid Soppeng 2021)